Nama saya Kartika, usia 25 tahun dengan
tinggi 168 cm, berat 53 kg, asli orang Bandung, kulit putih bersih. Ukuran
payudara saya yang 34C termasuk lumayan besar untuk gadis seusia saya.
Pekerjaan saya adalah sebagai manager operasional di sebuah perusahaan terkenal
di daerah saya. Saya ingin mengeluarkan gelisah hati yang saya pendam selama
ini, mudah-mudahan saya bisa berbagi dengan pembaca sekalian.
Saya di
kantor mempunyai teman yang namanya Levana, sering saya panggil Ana. Orangya
supel, dan mudah bergaul, tingginya 172 cm/53 kg, dengan kulit putih mulus,
maklum orang Menado asli, 34B ukuran payudaranya. Saya mempunyai kelainan ini
sejak masih gadis pada saat tinggal bersama kakak saya, Mbak Erni namanya.
Kapan-kapan saya ceritakan sejarah lesbian saya, tapi saya juga
suka cowok lho sama seperti gadis-gadis lain. Hanya saja hampir 70% saya
menyenangi cewek, saya tidak mengerti mengapa saya begini, mungkin suatu saat
saya bisa sembuh total ya?! Saya sering jalan bersama Ana kalau ada undangan
karena saya belum ada pasangan, banyak sih cowok yang naksir, cuma saya masih
enggan saja untuk berpacaran. Saya ingat betul awalnya yaitu pada bulan Agustus
2004, sehabis pulang kantor.
“Ka, sini sebentar” panggil Ana pada saya sambil mendekatkan
Mercynya.
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
Maka setelah Ana mengambil baju sekedarnya, kami berdua meluncur
ke rumah saya yang memang agak jauh dari kantor. Rumah saya mempunyai empat
kamar, satu kamar untuk tamu dan kamar saya di tengah, saya tinggal sendiri
karena orang tua saya tinggal di Surabaya.
“Na, ini kamarmu ya” kata saya sambil menunjukkan sebuah kamar
padanya di ujung depan.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
Saya kemudian menuju kamar untuk mandi dan berganti baju,
soalnya gerah sejak tadi. Sedang asyik-asyiknya saya memilih BH, tiba-tiba Ana
masuk ke kamar.
“Eh.. Maaf ka, lagi pake baju ya?” katanya kaget melihatku masih
memakai celana dalam berwarna merah dan belum mengenakan BH sama sekali.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum melihatnya yang masih memandangi payudara saya yang termasuk besar dan montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yang berserakan.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum melihatnya yang masih memandangi payudara saya yang termasuk besar dan montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yang berserakan.
Malam itu Ana mengenakan daster kuning hingga kelihatan kulit
lengannya yang putih mulus, kadang-kadang karena duduk kami yang mepet, Ana
dengan tak sengaja menyenggol payudara saya hingga perasaan saya jadi bertambah
aneh. Mungkin karena acara TV yang membosankan, saya jadi tak tertarik lagi,
saya lebih tertarik memperhatikan Ana saja. Ternyata Ana yang memakai daster
itu, sudah tidak memakai BH lagi hingga tonjolan payudaranya kelihatan mencuat
ke atas, mungkin karena kami sama-sama perempuan, jadi Ana tidak malu-malu
lagi, bahkan kadang-kadang kakinya dinaikkan ke meja hingga bawahan dasternya
jadi tersingkap dan memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna putih.
Perasaan saya jadi lain hingga saya memutuskan untuk ke kamar
dan berganti baju dengan daster tanpa memakai BH dan celana dalam juga, supaya
bertambah nyaman kalau berdekatan dengan Levana. Sungguh Levana itu gadis yang
cantik seperti artis mandarin. Saya kembali ke ruang tamu dan membawa kaset DVD
untuk saya tonton bersama Ana, siapa tahu saja Levana tertarik dengan filmnya
dan ingin mmh..
“Na, ganti ama DVD ya?”
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yang menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yang menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
Sebetulnya sich, itu film triple X dari jepang mengenai seorang
gadis yang mencintai guru wanitanya lalu mereka bersetubuh dan bercinta dengan
gaya yang romantis dengan berbagai macam gaya. Volume TV dan AC saya perbesar
hingga Ana mendekat dan mepet dengan saya. Untung rumah sudah sepi karena
pembantu sudah pulang semua dan lagi rumah saya besar, jadi volume suara TV
yang besar itu tidak kedengaran lagi dari luar.
“Film BF ya?” tanya Ana tanpa menoleh pada saya.
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas karena napasnya yang makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari TV yang makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya pegang. Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yang sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas karena napasnya yang makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari TV yang makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya pegang. Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yang sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa
menit Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan ditambah
lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya, akhirnya Ana
menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir saya dengan ganas
sambil meraba vagina saya yang sudah mulai basah sejak tadi.
“Sst.. Mmh.. Tunggu..” potong saya menghentikan ciuman dan
serangannya Ana.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya yang sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya yang sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
Dan kami pun kembali saling berciuman di sofa tanpa mempedulikan
film jepang itu. Saya mengambil inisiatif untuk memulai mencium payudaranya.
“Sst.. Sst..”
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tidak dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tidak dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
Maka saya pun berganti posisi dengan Ana yang menjilat payudara
saya dengan semangat hingga vagina saya juga ikut dibelai, bahkan jari-jarinya
yang lentik keluar masuk ke dalam lubang vagina saya dengan cepat hingga saya
mengalami orgasme yang pertama.
“Mmh.. Enak.. Na, cepetan.. Sst..” rintih saya karena tak tahan
lagi dengan permainan Ana yang begitu hebat, bahkan Ana sekarang menjilat
vagina saya dengan liar hingga beberapa menit, saya semakin mendorong vagina
saya ke arah mulutnya yang sedang menghisap bagian dalam.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yang i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yang i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
Tiba-tiba Levana menghentikan permainannya..
“Ada apa Na?”
“Kita coba yang seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
“Kita coba yang seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
Gaya enam sembilan itu maksudnya saya yang berada di posisi atas
menghadap Levana yang berada di posisi bawah dengan saling menjilat vagina
masing-masing, bahkan saking enaknya hingga kepala saya terjepit oleh Levana
yang rupanya juga telah mengalami orgasme yang pertama. Kami melakukan
pergumulan itu di sofa hingga dua jam dan rupanya Levana pun puas atas
permainan itu.
“Hahh, lega rasanya..”
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
Malam itu saya dan Levana menghabiskan permainan yang seru itu
di kamar, bahkan Ana tak henti-hentinya meremas payudara saya dengan gemas,
kadang-kadang saya puaskan Levana dengan alat kelamin pria plastik, tentu saja
alatnya yang bisa bergetar hingga itu menambah nikmat percintaan saya dengan
Ana. Beberapa ronde kami lalui hingga pagi, juga di kamar mandi.
*****
Keesokannya, seperti biasa saya sudah bersiap ke kantor dengan
Levana.
“Ayo Na, udah siap belum?”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
Maka sejak itu, saya dan Levana sering bercinta di rumahnya atau
rumah saya, bahkan pernah beberapa kali kami bercinta di dalam mobil. Pada saat
hari libur, Levana mengajak saya dan beberapa temannya ikut berdarmawisata ke
pulau Bali dan Lombok. Salah satu di antaranya bernama Fifiani yang orang
Malang.
“Tika, kamu ikut tour besok nggak?” tanya Levana.
“Tentu dong, yang ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yang kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
“Tentu dong, yang ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yang kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, saya dengan beberapa
teman kantor jadi berwisata ke pulau Bali dan Lombok, juga ada Fifiani dan
Levana. Dari obrolan kami, saya ketahui bahwa Fifiani itu umurnya baru 23
tahun, 172 cm/53 cm, dengan payudara 34C, orangnya cukup ramah dan sopan.
Levana pernah bercerita pada saya bahwa Fifiani adalah seorang lesbian sejati,
sudah pernah beberapa kali pacaran, namun kandas di jalan hingga hatinya hancur
lebur.
“Ana, sini bentar Na” panggil saya pada Ana.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
Akhirnya dalam bis itu, saya yang mulanya duduk di belakang
dengan tas besar entah siapa yang punya, dapat kesempatan duduk dengan Fifiani
yang cantik. Levana tak ketinggalan duduk di sebelah dengan tas besar yang
sudah saya pindahkan. Fifiani dalam perjalanan itu memakai rok jins hitam
dengan kaos merah mudanya, sungguh serasi dengan bentuk tubuhnya yang
proporsional.
Rupanya Fifiani atau yang biasa saya panggil dengan Fifi senang
curhat dengan saya, bahkan beberapa kali matanya mengarah pada payudara dan
bawah rok jins biru saya yang agak naik ke atas, mungkin celana dalam saya yang
berwarna putih polos kelihatan, tapi saya cuek saja. Bahkan saya sengaja
beberapa kali menyingkap rok saya hingga paha saya yang putih kelihatan dengan
jelas hingga Fifi salah tingkah memperhatikan rok saya.
Malam itu kami sudah melewati kota Probolinggo, saya lihat
teman-teman sudah pada tidur karena kelelahan, sementara Levana memperhatikan
saya sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Di bis wisata itu yang duduk di
belakang cuma saya, Levana, seorang teman lain dan beberapa barang bawaan yang
menumpuk, sementara yang lain duduk di depan, tentu saja ada yang berpasangan.
Sementara itu Fifi rupanya sudah tertidur pulas dengan kepalanya
bersandar pada bahu kanan saya hingga perasaan saya jadi tak enak karena
napasnya yang harum dan lembut tercium oleh saya, di samping itu posisi
duduknya yang sungguh membuat dada saya berdebar-debar karena kakinya menopang
pada paha saya. Dengan perlahan saya menyelimutinya hingga kami berdua tertutup
oleh selimut hingga cuma tinggal kepala saja yang kelihatan. Tangan kanan Fifi
saya pegang dan saya di tempatkan payudara saya. tiba-tiba Fifi membuka matanya
dan menatap saya tajam.
“Eh.. Eh.. Fi.. Belum tidur ya?” tanya saya tergagap-gagap
karena kaget melihatnya bangun tiba-tiba.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tidak melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yang berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya sudah masuk ke dalam roknya dan membelai vaginanya yang masih memakai celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh vaginanya.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tidak melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yang berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya sudah masuk ke dalam roknya dan membelai vaginanya yang masih memakai celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh vaginanya.
Akhirnya saya dan Fifi saling meremas payudara dan menyentuh
vagina hingga Fifi duluan orgasme karena tak tahan dengan jari-jari saya yang
keluar masuk vaginanya dengan cepat. Levana yang dari tadi memperhatikan saya,
juga ikut-ikutan merogoh payudaranya sendiri. Belum sempat saya orgasme, bis
itu sampai Denpasar, dan kami memesan kamar masing-masing untuk esok paginya
kami lanjutkan dengan pesiar keliling pulau Bali.
“Gimana nich Fi, saya khan belum..”
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
Jadilah saya memesan kamar bertiga dan setelah kami diberi
pengarahan dari pemandu wisata agar bangun jam 08.00, maka saya langsung masuk
kamar. Setibanya di kamar dan menaruh tas, saya peluk Fifi dan menghimpitnya ke
tembok hingga payudara saya yang montok menempel ketat pada payudaranya.
“Udah nggak sabar nich yee..” goda Ana sambil memeluk saya juga
dari belakang dan langsung mencium leher saya dengan ganas.
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yang tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yang tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
Fifi yang mencium saya dengan ganas itu juga tak kalah gesitnya
mencoba kembali membuka BH saya yang akhirnya terlepas juga ke bawah, tangannya
dengan terampil kembali meremas-remas payudara saya, di samping itu Ana
berusaha melepas rok jins dan celana dalam saya hingga saya yang pertama-tama
bugil duluan. Entah siapa yang memulai duluan, tahu-tahu saya sudah berada di
tempat tidur dengan payudara saya yang dijilati Fifi dengan lincah, bahkan Ana
pun juga sudah bugil dan sekarang sedang menjilati vagina saya dengan lahap.
“Sst.. Uuh.. Mmh..” rintih saya keras karena tak tahan
diperlakukan oleh dua orang wanita cantik yang menjilati bagian sensitif saya.
Beberapa menit kemudian saya pun tak tahan dan mengalami orgasme
yang pertama. Fifi juga minta ganti posisi di bawah untuk kami kerjai yang saya
bagi tugas dengan Ana, saya bagian menjilat vaginanya dan Ana bagian payudara
dan bibirnya. Beberapa menit permainan itu kami lanjutkan dengan cara saling
berganti posisi.
“Ka.. Sstss.. Geli.. Ahh.. Ssts”
“Ssts.. Mmh.. Jilat yang itu.. Ya..” rintih Fifi yang sedang berjongkok karena vaginanya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yang.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yang vaginanya sedang saya gesek-gesekkan dengan vagina saya untuk menggoyang pinggulnya lebih keras.
“Ssts.. Mmh.. Jilat yang itu.. Ya..” rintih Fifi yang sedang berjongkok karena vaginanya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yang.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yang vaginanya sedang saya gesek-gesekkan dengan vagina saya untuk menggoyang pinggulnya lebih keras.
Permainan demi permainan kami lewati hingga akhirnya saya
meminta Fifi memasang penis plastik yang bisa bergetar itu pada vaginanya.
Bentuknya seperti celana dalam yang di tengahnya ada penis plastik.
“Sstss.. Pelan.. Fi.. Argh..” jerit saya karena Fifi memasukkan
penis buatan itu terlalu cepat pada vagina saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan penis plastik itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit penis plastik itu dengan keras hingga dinding vagina saya berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya Fifi memasukkan penis plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang yang ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yang dijilat dan dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas payudara Fifi. Vagina saya mengeluarkan lendir berwarna putih, sungguh banyak sekali.
“Lega rasanya, nikmat juga pake penis buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan” jawab Fifi sambil membersihkan penis plastik itu untuk kami gunakan lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada Levana yang kelihatan masih ingin mencoba penis buatan ini selain gaya enam sembilan favorit Levana dan saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan penis plastik itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit penis plastik itu dengan keras hingga dinding vagina saya berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya Fifi memasukkan penis plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang yang ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yang dijilat dan dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas payudara Fifi. Vagina saya mengeluarkan lendir berwarna putih, sungguh banyak sekali.
“Lega rasanya, nikmat juga pake penis buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan” jawab Fifi sambil membersihkan penis plastik itu untuk kami gunakan lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada Levana yang kelihatan masih ingin mencoba penis buatan ini selain gaya enam sembilan favorit Levana dan saya.
Malam itu kami bertiga menguras habis energi untuk bercinta
hingga ke kamar mandi, bahkan dengan senangnya saya bisa memandikan Fifi yang
paling muda di antara kami bertiga.
“Pelan-pelan ya masukinnya” pinta Levana cemas.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yang melihat saya sudah memasang kan celana dalam berpenis itu di kemaluan saya.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yang melihat saya sudah memasang kan celana dalam berpenis itu di kemaluan saya.
Permukaan penis plastik itu ada bintik-bintiknya yang tidak
beraturan dan saya juga tidak begitu mengerti apa manfaatnya, mungkin saja
untuk menambah rasa nikmat jika bersentuhan dengan dinding vagina.
“Sst.. Mmh.. Sstss.. Aduh..” jerit Ana pelan karena penis itu
terpeleset keluar bibir vaginanya.
Akhirnya seluruh penis plastik itu masuk ke dalam vagina Ana
yang masih sempit itu, mungkin Levana masih perawan karena beberapa saat
kemudian sedikit keluar darah. Memang selama saya bersahabat dengan Levana, Ana
jarang bergaul dengan teman pria, kebanyakan teman wanita seperti saya dan yang
lainnya. Sedangkan Fifi pergaulannya luas termasuk dengan pria hingga vagina
Fifi sudah agak melebar dibandingkan dengan vagina saya dan Levana.
“Na, kamu masih perawan ya?” tanya saya serius pada Levana.
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yang pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yang pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
Saya berusaha maju mundur mengikuti aksi seperti yang di film
BF, para pria memajumundurkan penisnya ke dalam vagina si wanita. Sambil
memasukkan penis buatan, saya meremas-remas payudara Ana.
“Sstss.. Ter.. Us.. Sstss..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
Sambil berciuman dengan Fifi, saya memasukkan penis plastik itu
keluar masuk dengan irama yang teratur hingga pantat Levana bergoyang pelan.
Rupanya Ana menikmati permainan penis plastik itu hingga meminta saya agar
cepat menaikkan tempo keluar masuknya penis plastik itu dalam vaginanya
“Ayo fi, isap puting saya”
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya merasa nikmat dan mendorong penis plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana mengarahkan saya untuk menyodokkan penis itu pada bagian lubang vaginanya.
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya merasa nikmat dan mendorong penis plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana mengarahkan saya untuk menyodokkan penis itu pada bagian lubang vaginanya.
Permainan dengan Ana membutuhkan waktu yang lama karena ia
menahan irama birahinya hingga pinggul saya pegal-pegal, kemudian setelah saya
lelah, saya menyuruh Fifi untuk ganti menindih Levana dengan penis plastik itu.
“Fi, gantian ya, saya capek nich”
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang penis itu dan langsung memasukkannya dalam vagina Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang penis itu dan langsung memasukkannya dalam vagina Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
Saya pun menyelipkan tangan di antara payudara mereka dan
meremas-remasnya supaya Ana cepat orgasme. Dan akhirnya Levana melepaskan
ciuman Fifi dan memintanya agar lebih cepat.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Ayo.. Fi.. Cepetan..”
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi semakin mendorong dengan cepat penis plastik itu hingga Ana bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi semakin mendorong dengan cepat penis plastik itu hingga Ana bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
Pada jam empat pagi baru kami tidur bersama, tentu saja dengan
keadaan bugil dan kepuasan yang tiada tara. Dan kembali tour kami lanjutkan
untuk wisata ke pantai Sanur dan pantai Kuta.
Terima kasih pada Bapak Hartono atas tournya, juga sahabatku
Fifi dan Levana atas pengalamannya bersama saya, kasih komentar ya atas cerita
saya ini, kalau ada yang kurang, konfirmasikan saja ke email saya.
Pembaca cowok dan cewek bisa curhat atau kenalan pada saya
melalui email saya atau memberikan tanggapannya mengenai kelainan saya ini,
asalkan disertai foto, terutama bagi cewek-cewek baik yang seksi maupun tidak
seksi hi.. hi.. hi.., pasti kubalas dengan foto bugil saya, eh maksud saya foto
seksi saya dan kalau ada yang mengajak jalan bersama, saya ingin ikut dong.
Jika tanpa foto, maaf saja, saya tidak bisa membalas surat Anda.
Dan buat sohib saya Fifi, Vita, Samantha, Aulia, Febri, dan Levana, salam
sayang selalu dan kangen, jangan lupa ya baca cerita saya ini dan kapan nih
kita mandi bareng lagi, pasti asyik deh. Sekarang saya lagi fitness untuk
mengencangkan payudara lho.
0 Response to "Edisi Khusus - Lesbian dengan Sahabat"
Posting Komentar