Pagi-pagi sekali Herman
mengajakku menemaninya ke polsek, awalnya aku tidak tahu apa tujuannya. Namun
dalam perjalanan, Herman menceritakannya, bahwa Syamsul semalam ditahan polisi
atas tuduhan perampokan dan pemerkosaan. Mendengar hal tersebut aku langsung
shok, kenapa bisa Syamsul melakukan hal seperti itu.
Dilema besar menghantui
kami, hingga aku tidak tenang membawa mobil menuju polsek. Sejak Herman
menikah, kami sudah tidak melakukan hal bejat lagi, hanya usaha plus-plus saja
yang kami pertahankan untuk menafkahi kami sehari-hari. Kelalukan seperti
memperkosa atau merampok tidak pernah kami lakukan lagi, entah apa yang sedang
merasuki Syamsul hingga ia nekat berbuat demikian.
Semoga saja tuduhan itu
tidak benar. “Mungkin ke depan, saya mau tutup usaha kita man…”, kata Herman.
“Kenapa boss?”, tanyaku. “Kita usaha yang positif saja man…”, jawab Herman.
Memang kulihat Herman sudah terlihat agak berbeda sejak ia menikah, mungkin ia
sudah mulai bertobat dari segala dosanya. “Gue nyesal man, bisa kayak gini…”,
lanjut Herman sambil menundukkan kepalanya. “Hampir sampai boss…”, aku coba
mengalihkan pembicaraan, aku tak mau boss Herman bersedih, ia pasti berpikir
dialah yang menjerumuskan kami semua.
Sampai di polsek, Herman lalu menemui
polisi, mungkin mencoba untuk membebaskan Syamsul. Aku langsung minta ijin
bertemu dengan Syamsul. “Satorman…”, Syamsul memanggilku pelan dengan suara
yang rendah. Raut wajahnya murung sekali. Ia lalu duduk depanku, “Maafkan aku
bro…”, katanya. Kemudian ia mulai bercerita apa yang terjadi dengannya.
***
Tiga hari sebelumnya Syamsul ditantang adu balap liar dengan seorang pemuda
bernama Heru. Syamsul yang sudah yakin dengan settingan motor King nya pun
tidak mau diremehkan. “Oke, kita taruhan!”, tantang Syamsul balik. “Lima puluh
juta!”, tantang si Heru. Syamsul yang tidak memiliki dana sebesar itu pun
bernegosiasi, “Taruhan motor saja…”, kata Syamsul. “Yang kalah serahin motor
balapannya saja!”, lanjut Syamsul. “Oke, deal!” jawab Heru.
Syamsul mengenal
Heru dari masa lalu nya yang sering ngumpul dengan geng motor. Syamsul sudah
lama tidak pernah berkumpul dengan mereka lagi sejak ia buka usaha tambal ban
kecil- kecilan, juga membantu menjaga tempat usaha Herman. Balap liar jarang
sekali Syamsul ikuti, hanya saja ia sering membantu menyettingkan mesin para
joki balap liar itu.
Malamnya tiba, para preman sudah mulai memadati jalan raya
yang menuju luar kota, jalanan ini cukup sepi di malam harinya. Tepatnya jam
24:00, para preman sudah menutup jalan untuk sementara. Kiri kanan dipadati
para biker jalanan yang clubnya tidak resmi. Rata-rata adalah motor modifan
drag race, dari matik, bebek hingga moge. Syamsul sudah bersiap-siap berlomba
dengan Heru, sama-sama menggunakan motor King yang sudah disetting khusus balap
liar.
Nampak puluhan orang yang berada di kiri kanan jalan juga ribut untuk
taruhan. ‘Brrrmmmmmmmmm…..’, suara motor mereka ketika distarter untuk
memanaskan mesin. Seorang gadis maju ke depan untuk memberi aba-aba mulainya
pertandingan, “GO!!!” teriak gadis itu. Syamsul langsung memacu motor nya
dengan cepat. Beberapa detik saja Heru sudah tertinggal.
Tanpa speedometer,
Syamsul menerka-nerka bahwa kecepatannya telah mencapai 180kpj. Penonton kiri
kanan terus bersorak, Heru yang tertinggal berusaha mengejar, namun selisih
jarak mereka cukup jauh. Nampak settingan motor Syamsul jauh lebih unggul. Heru
terus menarik gasnya hingga full. Posisi mereka sudah kian mendekat.
Heru
memepet ke Syamsul yang masih unggul. Tampak di depan, garis finish sudah tidak
begitu jauh, Syamsul terus memacu kuda besi nya, ia sangat berharap bisa
memenangkan pertandingan ini. Selain hadiah yang diperoleh, nama bengkelnya pun
bisa ikut naik pamornya. Akhirnya Syamsul mencapai finish setelah tidak sampai
satu detik disusul Heru. Syamsul tampak senang sekali, ia melepaskan helmnya
lalu tersenyum ke arah Heru.
Namun Heru nampak kesal, ia membuka helmnya lalu
melemparnya ke arah Syamsul. “Hey! Lu pasti main bangsat ya?! Lu pakek ilmu
hitam?!”, tanya Heru dengan nada yang kasar. Di balap liar ini, sudah tidak
heran, beberapa joki masih percaya dengan bantuan dukun. “Yang sportif
dong!!!”, teriak penonton ke arah Syamsul, mereka mengira apa yang dikatakan
Heru adalah benar.
Lalu beberapa pria mendekati Syamsul, mereka adalah geng
motor temannya Heru. “Bajingan, main bangsat juga lu ya?”, kata kawanan itu.
“Hey, kalian boleh ngecek, apa gue pake guna- guna atau enggak! Gentel dong!
Kalau kalah ya kalah!!”, balas Syamsul. Dikatain begitu malah membuat
gerombolan itu marah. Mereka lalu memukuli Syamsul, beberapa orang mendorong
motor Syamsul lalu berteriak, “Bakar!!!”.
Terlihat mereka yang kalah taruhan
sangat tidak terima, mereka malah melampiaskannya pada Syamsul yang diduga
menggunakan ilmu hitam. Syamsul tak bergerak dipukuli, dan ia hanya bisa
meratapi motornya yang sudah dilumat si raja api. “Motorku….”, teriak Syamsul.
Pria yang ramai itu pun meninggalkan Syamsul, mereka berbondong-bondong pergi
dari sana dengan motor mereka, menimbulkan suara ribut knalpot racing motor
gede mereka.
Syamsul kaget dan segera mencari tempat persembunyian, karena ia
mendengar suara sirene dari mobil polisi yang menuju ke arahnya. Polisi ramai
sekali memadamkan kobaran api yang melahap motor King milik Syamsul, para
polisi menyisir tempat itu untuk mengejar para pembalap liar. Syamsul hanya
bisa mengintip dari persembunyiannya.
***
“Gue nyesal ikut balap liar man…”,
cerita Syamsul sambil menundukkan kepalanya. Ia sangat terpukul sekali,
kemenangannya malah membawa bencana besar bagunya. Ia kehilangan motor
kesayangannya. Itulah dunia gelap, sesuatu yang tidak resmi tidaklah baik,
balap liar seperti itu sudah sering menimbulkan keributan. “Lalu bagaimana kamu
bisa dituduh merampok dan memperkosa bro?”, tanyaku.
Masih dengan muka
tertunduk, Syamsuk mulai melanjutkan ceritanya. Syamsul menaruh dendam
dengan Heru, ia sudah merencanakan untuk balas dendam pada Heru. Keesokan
malamnya, Syamsul sudah mengintai Heru, ia punya rencana untuk mencuri motor
King nya sebagai ganti rugi motornya yang dibakar geng motor kawanan Heru.
Syamsul yang tadinya menenggak minuman keras untuk menghilangkan bebannya kini
sudah sedikit mabuk, ia melihat Heru membawa motor Kingnya berboncengan dengan
seorang cewek yang diduga adalah pacar Heru, Syamsul yang menyewa ojek pun
mengikuti Heru dari belakang. Aneh, Heru malah masuk ke hutan, tempat yang
gelap dan sunyi.
Syamsul meminta ojek meninggalkannya di depan, lalu ia
berjalan masuk hutan secara mengendap-ngendap. Terlihat motor King Heru
terparkir di dalam, dan ada sebuah pondok kecil di dalam hutan itu. Ternyata
Heru ingin berpacaran di tempat sepi seperti dalam hutan yang sunyi tanpa
gangguan siapapun. Syamsul pun mengendap-ngendap dengan membawa sebuah belati
dan berbekal seutas tali, ia sudah tidak tahan ingin meluapkan emosinya.
“Halloooo soobaaatttttt….”, sapa Syamsul yang tiba-tiba muncul dari balik semak
belukar. Heru langsung kaget, kemunculan Syamsul menghentikan kemesraannya
berciuman dengan pacarnya.
Suasana yang gelap hanya diterangi cahaya rembulan
membuat Heru sedikit sulit melihat sosok di balik kegelepan itu, “Syamsul? …”,
Heru memastikan. “Ha ha ha ha ha…”, Syamsul tertawa terbahak- bahak, “Gue mau
ambil hasil taruhan gue…”, kata Syamsul. Heru kaget bukan main, ia terlihat
salah tingkah karena sedang pacaran di tempat gelap. “Lu ngapain di sini?!”,
teriak Heru yang sontak langsung bangkit. Pacar Heru terlihat takut dan
langsung bersembunyi di belakang Heru.
“Serahin motor lu, atau gue bunuh?!”,
ancam Syamsul. “Kampret! Enak aja…” jawab Heru yang langsung menyerang Syamsul.
Sayangnya Syamsul sangat gesit, dengan beberapa pukulan saja Heru langsung
dengan sekejap bisa dilumpuhkan. “Masih mau melawan?”, tanya Syamsul yang
langsung mengikat Heru dengan tali yang ia bawa. “Lepasin gue kampret!”, teriak
Heru yang masih mencoba melawan. “Lu mau gue bunuh coy?!”, ancam Syamsul dengan
mendekatkan belatinya ke leher Heru.
Heru langsung diam, namun terdengar
isak-isak tangis pacarnya. “Wew, cantek juga cewek lu coy?”, kata Syamsul yang
melihat ke arah pacar Heru. “Ambil aja motor gue! Lepasin kami!!”, Heru
berteriak. “Hmmm… Kayaknya gak sebanding coy…”, Syamsul melihat gadis itu
sambil menenggak ludah.
Gadis itu masih ABG, mungkin umuran tujuh belas tahun,
rambutnya lurus panjang, tubuhnya pun mungil seksi. “Siapa nama lu?”, tanya
Syamsul kepada gadis itu. “Milaaa….. bangg…”, gadis itu menjawab dengan
ketakutan. “Hmm, Mila… Nama yang bagus…”, kata Syamsul. “Lu boleh bunuh gue,
tapi lepasin dia!”, teriak Heru. Syamsul lalu memandang ke arah Heru, dengan
muka kesal Syamsul lalu meninju perut Heru yang terikat tak berkutik. “Lu mikir
ga sama keadaan gue?”, tanya Syamsul. “Oke… Oke… Lu ambil aja tuh motor…”,
jawab Heru.
“Enak aja lu ngomong…”, Syamsul kesal langsung menampar Heru. Pacar
Heru terus menangis melihat Heru diperlakukan seperti itu. “Itu motor hadiah
menang taruhan… Kampreettttt…. Lu masih ngutang satu motor lagi buat gantiin
motor gue yang kalian bakar…”, kata Syamsul. “Terus, harga diri gue lu juga
mesti bayar… Kampreettttttt…. Dikeroyok orang, terus dituduh pakai ilmu
hitam…”, lanjut Syamsul.
“Kini gue mau liat harga diri lu gimana…”, kata
Syamsul yang langsung mendekati Mila. “Woi, lepasin dia!!!”, teriak Heru. “Oke…
Oke… Gue bayar… Gue tambahin jadi tiga motor sekalian buat lu…”, Heru mencoba
menawar. Syamsul lalu balik ke arah Heru, bukan melepaskannya, Syamsul malah
menutup mulut Heru dengan sapu tangannya. “Hmmm… Hmmm…..”, Heru coba berteriak
dengan mulut yang tertutup sapu tangan. “Lu diam aja, jangan berisik, nikmati
aja perasaan lu…”, kata Syamsul yang kemudian kembali berbalik ke arah Mila.
“Ja….jangaannnnn baannggg….”, gadis kecil itu memohon.
“Kalau kalian mau hidup,
lu mesti layani gue…”, ancam Syamsul dengan memainkan belatinya. Mila malah
terus menangis ketakutan. “Woi woi.. Lu mau liat gue bunuh cowok lu??…”, ancam
Syamsul. “Jaannngaaaannnn baanngggg…. Hiikkkksssss….”, jawab Mila. “Kalau gitu,
sekarang lu buka semua pakaian lu!”, perintah Syamsul. “Hmmmm hmmmm
hmmmmmm…..”, Heru mencoba melarang Mila.
Syamsul terus memainkan belatinya
hingga Mila ketakutan. Tidak ada pilihan lain, Mila dengan terpaksa memenuhi
permintaan Syamsul. Heru masih terus mencoba berontak dan berteriak, namun
usahanya hanya sia-sia saja. Dengan wajah yang bercucuran air mata, Mila
pelan-pelan membuka baju kaosnya, ditariknya dengan perlahan hingga kaosnya ke
atas dan terlepas.
Buah dadanya yang belum begitu besar terlihat segar ditutupi
bra berwarna pink. Syamsul menjulurkan lidahnya, menandakan ia sangat menikmati
pemandangan indah di depannya itu. Lalu Mila mulai membuka resleting celana
jeansnya. “Ayo cepet… Apa mau gue yang bukain?!”, kacau Syamsul. Mila takut
sekali, ia lebih memilih melepaskan sendiri daripada harus dilepaskan oleh
Syamsul.
Celana jeans birunya pun perlahan-lahan ditarik ke baeah, hingga
tampak celana dalam Mila yang berwarna pink, dengan motif bunga yang cantik.
Kini Mila hanya mengenakan bra dan celana dalam, ia berusaha menutupinya dengan
tangan, namun Syamsul melarangnya, “Woi, gue minta lu bugil!!”, teriak Syamsul.
Sontak saja Mila kaget, masih dengan raut wajah sedih, ia perlahan melepaskan
bra nya sendiri. Heru masih terus berontak, suaranya tidak kedengaran, Syamsul
pun sudah tidak memperdulikannya.
Mila sudah melepaskan bra pink nya, susunya
yang segar itu terlihat indah, putingnya merah muda dan masih kecil. Dengan
sebelah tangannya ia berusaha menutupi dadanya, sebelah tangannya lagi menarik
celana dalamnya turun. “Gak perlu malu-malu… Cukup gue aja yang dipermaluin
cowok bangsat lu itu…”, kata Syamsul. Kini Mila sudah telanjang bulat setelah
berhasil membuka celana dalamnya. Dengan kedua tangannya ia berusaha menutupi
dada dan kemaluannya.
Sekilas terlihat oleh Syamsul, sela di antara paha Mila
yang masih jarang bulunya. “Woi woiii……”, Syamsul bermaksud agar Mila tidak
menutupi dada dan kemaluannya. Mila kembali menangis, “Jangan apa-apain gue
bannngggg…”, pintanya sambil menurunkan tangannya. Syamsul tidak menggubris, ia
hanya memplototi tubuh Mila yang indah itu. “Lu bisa nari ga?”, tanya Syamsul
ke Mila. “Gaaa… a… gaa biiiss…saaa bannggg…”, Mila menjawab dengan ketakutan.
“Makanya belajar… Mau gue ajarin??”, tanya Syamsul. Tak mau menjawab Syamsul,
Mila lalu coba berjoget, ia ketakutan, badannya gemetaran, ini lebih baik
pikirnya daripada harus diajarkan Syamsul. “Nah, tuh bisa….”, singgung Syamsul
sambil bertepuk tangan.
Mila menggerakkan tubuhnya, dari tangan sampai ke kaki
bergoyang. Syamsul lalu mengeluarkan hp nya, lalu memainkan musik disco. Mila
berjoget dengan tubuh yang gemetaran, wajahnya masih dipenuhi air mata yang
terus mengalir. “Jangan nangis donk, cup cup cup, tar cantiknya gak keliatan…”,
olok Syamsul.
Mila terus bergoyang, hingga ia sedikit capek dan memelankan
gerakannya. “Kalo capek, istirahat aja… Sini gue pijitin…”, kata Syamsul. Mila
langsung pucat ketakutan, “Janngaannn baannnggg….”, Mila menghentikan
gerakannya dan kembali menangis dengan kencang. “Sini, gue cuma mau lu bukain
pakaian gue!”, Syamsul memerintahkan Mila.
Heru masih terus berontak walaupun
ia tahu usahanya sia-sia. Mila tidak berani mendekat hingga Syamsul kesal
kemudian berteriak, “Lu mau gue bunuh?!”, ancamnya sambil mengarahkan
belatinya. Perlahan Mila mendekati Syamsul, “Nah gitu dong, anak baik….”, olok
Syamsul. Kancing bajunya satu per satu dilepas oleh Mila. “Dilihat dari dekat,
ternyata Mila sangatlah cantik…”, rayu Syamsul yang diam membiarkan Mila
melepaskan pakainnya.
Mila memalingkan wajahnya, ia takut memandang tubuh
Syamsul yang dipenuhi tatto itu. Baju Syamsul yang hanya selapis sudah terbuka,
kini giliran celana jeans nya yang terkoyak di sebelah lutut. Mila melepaskan
kancing dan membuka resleting celana jeans Syamsul, lalu pelan-pelan ditariknya
turun ke bawah. “Milamau gak jadi pacar abang?”, tanya Syamsul. Mila tidak
berani menjawab, wajahnya masih memaling kesebelah, ia tak mau memandang ke
depan, di mana celana jeans Syamsul sudah turun, dan menampakkan penisnya yang
mengeras dibalik celana dalam kumalnya. “Gak apa-apa, Mila pikirkan saja
dulu…”, lanjut Syamsul. Kini tubuh Syamsul hanya mengenakan celana dalam
abu-abu kumal saja. “Lanjutin dong…”, perintah Syamsul.
Mila pelan-pelan
menarik turun celana dalam Syamsul hingga penis besarnya menyembul keluar. Mila
ketakutan tak ingin melihat benda itu, mungkin jijik baginya, karena Syamsul
yang urakkan, penisnya berbau pesing. “Mila kok gak mau lihat?”, tanya Syamsul.
Mila terus meneteskan air mata, dengan terpaksa ia pun memandang ke depan, ia
sedikit takut dengan penis besar Syamsul yang berbau pesing. “Jangan malu-malu,
kalau penasaran, pegang saja…”, kata Syamsul bermaksud menyuruh Mila memegang
penisnya itu. Mila sangat ketakutan, tangannya gemetaran diarahkan ke penis
Syamsul. ‘Hmmm…. Hmmmmm…’, suara teriakan Heru yang tak kedengaran. Mila
akhirnya dengan terpaksa memberanikan diri menyentuh penis Syamsul. “Nah, gitu
dong…
Dikulum aja kalo haus…”, kata Syamsul. Dengan tangan yang masih
gemetaran, Mila menyentuh penis Syamsul. Mila terlihat jijik memegang penis
Syamsul, ia hanya menyentuh dengan ujung jarinya. “Milaaaa…..”, suara Syamsul
menekan Mila. Penis Syamsul akhirnya dipegang Mila, lalu Syamsul menuntun
tangannya untuk mengocok penis Syamsul. Mila mulai mengocok penis Syamsul
dengan perlahan, walaupun tangannya gemetaran, tapi ia sudah membuyarkan rasa
jijiknya. “Bagus… Teruskan sayang….”, kata Syamsul. Mila terus mengocok penis
Syamsul dengan pelan, ia bergantian tangan ketika capek mengocoknya, tangan
kiri lalu dengan tangan kanan.
“Kalo capek ya pake mulut aja sayang…”, kata
Syamsul. Jelas saja Mila takut, ia sangat jijik dengan penis Syamsul yang bau
pesing itu, apalagi kalau harus memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Mila
terpaksa terus mengocok penis Syamsul dengan kedua tangannya, walaupun
tangannya sudah terasa sedikit sengal. Heru sudah menyerah akan usahanya, mulutnya
yang tertutup sapu tangan tak mampu berteriak, lagian kalau pun dia berteriak,
tidak ada yang mendengar, karena Heru tau mereka dalam tengah hutan. Lokasi ini
memang dipilih Heru sebagai tempat pacaran, karena sangat sepi, bahkan mereka
bisa berbuat mesum tanpa diketahui siapapun, tempat yang aman dan gratis
pikirnya.
Kinu Heru hanya bisa pasrah, dengan berlinang air mata, ia tak mampu
melihat derita pacarnya. Syamsul kemudian menjambak rambut Mila, ia mulai bosan
kocokan tangan Mila, ia ingin Mila mengocok penisnya dengan mulatnya. “Pakek
mulut dong!”, perintah Syamsul langsung menjambak rambut Mila agar wajah Mila
mendekat ke penisnya. Mila ketakutan, pipinya yang basah dengan air mata kini
menyentuh penis Syamsul yang besar dan berbau pesing.
“Ayo!!!”, Syamsul memaksa
dengan tamparan lembut di pipi Mila menggunakan penisnya. Mila pun dengan
terpaksa membuka mulutnya, lalu Syamsul dengan memudah menyodorkan penisnya ke
dalam mulut Mila. Dengan mata tertutup Mila akhirnya mengikuti perintah
Syamsul, ia biarkan penis Syamsul yang bau itu masuk ke mulutnya. “Bagus….”,
puji Syamsul menampar kecil pipi Mila dengan tangannya. Lalu Syamsul menjambak
kembali rambut Mila, agar Mila memaju mundurkan wajahnya.
Mila pun tidak ada
pilihan lain, dengan sangat terpaksa ia belajar menyepong benda bau pesing
milik Syamsul itu. Penis Syamsul terus kelua masuk di mulut mungilnya Mila.
Sesekali Syamsul juga menahan kepala Mila, agar penis Syamsul terdorong masuk
hingga ke tenggorokan Mila, membuat Mila serasa ingin muntah. Cukup lama Mila
menyepong penis Syamsul, hingga Syamsul sudah cukup bosan.
Ia meminta Mila
melepaskan sepongannya, agar Syamsul juga tidak cepat berejakulasi, ia tampak
belum puas menikmati Mila. Lalu Syamsul membaringkan Mila di pondok kecil itu,
Syamsul lalu menimpa nya. “Tadi Mila sedot punya abang, gantian abang sedot
punya Mila ya….”, kata Syamsul yang langsung menyedoti susu Mila. Dengan ganas
Syamsul menyedoti susu Mila yang masih kelihatan kecil dan segar. Perlawanan
Mila tak berarti, tangannya ditangkap Syamsul, hingga dengan sangat leluasa
Syamsul menyedoti susu Mila.
Lalu diciumnya di antara puting, hingga ke leher
Mila, kemudian Syamsulpun melumat bibir Mila yang mungil itu. Bibir Mila
menutup sehingga Syamsul memaksa dengan bibirnya agar mereka bisa berciuman,
lidah Syamsul dijulurkan hingga menerobos masuk ke mulut Mila, dijilatinya
bibir Mila. Lalu jilatan Syamsul bergerak ke leher, hingga kembali ke dada
Mila. Dua buah dada Mila yang segar itu terus dikenyot Syamsul tanpa henti.
Mila hanya bisa menangis tanpa bisa melawan. Sedangkan Heru meratapi nasibnya,
ia mungkin juga menyesal telah berurusan dengan Syamsul. “Suegerrrrr……”, olok
Syamsul ketika puas menikmati payudara Mila, ia sengaja menatap ke arah Heru
agar Heru menderita melihat semua ini.
***
“Tenang bro, Herman pasti segera
mengeluarkanmu dari sini…”, aku memotong cerita Syamsul. “Tidak man, gue orang
bejat… Gue pantas mendapatkan semua ini…”, kata Syamsul. Ia sangat terpukul
sekali, sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan, menginap di penjara. Herman
masih bernegosiasi dengan kepala polsek, semoga saja Herman berhasil. Syamsul
masih menundukkan kepala sambil meneteskan air mata, “Gue bejat man…”, katanya
yang kemudian melanjutkan cerita.
***
Ciuman Syamsul sudah mengarah ke perut
Mila, kemudian berlanjut hingga ke selangkangan Mila. Syamsul menjilati
bulu-bulu halus di sekitar vagina Mila. Tubuh Mila gemetaran, ia sangat takut
sekali, “Jaangan peerkoosssa Mila banggg….”, Mila memohon. Syamsul tidak
memperdulikannya, ia menjilati daerah sekitar vagina Mila hingga Mila kegelian.
Lalu Syamsul mencium vagina Mila, “Hmm, masih rapet…”, kata Syamsul. “Udah
pernah ngentot belum?”, tanya Syamsul.
Mila hanya menangis tidak berani
menjawab. “Hahaha, gak usag munafik, paling- paling si jahanam Heru udah nodai
lu juga…”, kata Syamsul lalu melanjutkan ciumannya di vagina Mila. Lalu
dijulurkan lidahnya untuk masuk ke vagina Mila. Tubuh Mila bergelinjang
kegelian, Syamsul terus menjilati vagina Mila, terutama di daerah klitoris,
sehingga Mila tak mampu menahan rasa gelinya.
Kini sambil menjilati klitoris
vagina Mila, Syamsul menyodokkan jari telunjuknya ke vagina Mila. “Aughhhh…..”,
rintihanMila karena vaginanya dengan tiba-tiba ditusuk kasar oleh Syamsul. Mila
terus bergelinjang kegelian, klitorisnya terus dijilati Syamsul dan vaginanya
terus ditusuk dengan jari Syamsul. Mila tak mampu menahan rasa geli itu, karena
Syamsul tak henti-henti membuat Mila merasakan nikmat. “Hahaha, sudah mulai
nikmat kan Mila?….”, tanya Syamsul dengan raut wajah kegirangan.
Ia terus
menjilati klitoris vagina Mila, dan jarinya pun masih terus mengobok vagina
Mila. “Umhmhhh…”, desahan Mila yang ditahan, Mila nampak sudah terangsang namun
ia menyembunyikan perasaannya, ia menggigit bibir bawahnya karena rasa nikmat
dan geli sudah merasuki hingga ke otaknya. Beberapa menit berlalu, “Sudah gak
perawan?…”, tanya Syamsul yang sudah menghentikan jilatannya, namun jarinya
masih terus mengobok- ngobok vagina Mila. “Hmmmrmmrrr….”, suara Heru tidak
terdengar jelas.
Mila pun hanya menangis, ia tidak tahu apa yang selanjutnya
akan terjadi padanya, ia hanya bisa pasrah. Syamsul lalu mempercepat gerakan
jarinya, hingga Mila bergelinjang, matanya membelalak dan Mila akhirnya
berejakulasi, air cair banyak bersemburan dari dalam vagina Mila. Ketika Syamsul
mencabut jarinya, air itu pun bersemburan kemana-mana, membasahi tangan
Syamsul.
“Hahaha, nikmatkan Mila?…”, tanya Syamsul. Lalu ia mendekati Heru dan
melapkan tangannya ke muka Heru. “Neh, buat lu…”, lalu Syamsul juga melapkan
tangannya ke baju Heru hingga tangannya kering. Syamsul kembali mendekati Mila,
“Sayang, ngentot yuk…”, ajak Syamsul. Mila ketakutan, ia coba bangkit untuk
berusaha menjauh. Mila berusaha kabur, ia berlari walaupun badannya
sempoyongan, “Hey!”, teriak Syamsul yang lalu mengejarnya.
Tanpa berbusana
mereka berkejaran, namun karena kondisi Mila yang sedikit tidak baik, ia pun
terjatuh, dengan mudah Syamsul mendapatkan kembali mangsanya itu. Rambut Mila
dijambak dan ditarik agar mengikutinya kembali ke pondok. “Mau kabur ke mana lu?”,
tanya Syamsul lalu menghempaskan badan Mila ke pondok. Mila terus menangis, ia
ditendang dengan keras oleh Syamsul tepat di perutnya, “Lu mau gue bunuh?!”,
ancam Syamsul.
Lalu ia kembali menjambak rambut Mila, lalu menampar pipinya.
Mila menangis dengan kencang, air matanya tidak berhenti bercucuran. Syamsuk
lalu memperhatikan Heru, “Jangan salahkan gue, ini semua salah lu!!!”, kata
Syamsul ke Herman. Syamsul lalu menarik kaki Mila, kakinya dibuka lebar, lalu
Syamsul tanpa aba-aba langsung menusukkan penisnya yang sudah mengaceng sedari
tadi ke arah vagina Mila. “Arghghhhhh……”, rintihan Mila ketika vagina sempitnya
dijebol paksa oleh penis besar milik Syamsul.
***
‘Waduh, napa gak ajak-ajak?’
pikirku dalam hati. Mendengar cerita Syamsul bukan membuat aku iba, namun aku
sedikit terangsang, penisku sedikit demi sedikit mulai mengeras. Namun aku
tidak mau menyinggung perasaan Syamsul, aku pura-pura iba sambil mendengarkan
ceritanya. *** Syamsul mulai menggenjot pelan tubuh Mila. “Argh…”, desahan
kecil Mila terdengar jelas di dalam hutan yang sepi begini. Hanya dengan cahaya
remang-remang sinar rembulan, Syamsul menikmari tubuh indah Mila. Tubuh Mila
bergoyang seirama dengan genjotan Syamsul.
‘Ceplok ceplok…’, suara berasal dari
gesekan penis Syamsul dan vagina Mila. “Asyik kan Mila? …”, tanya Syamsul
sambil berbisik ke telinga Mila. Hanya rintihan kesakitan bercampur desahan
kenikmatan yang keluar dari mulut Mila, ia di posisi yang sangat menyulitkan,
merasa terhina namun juga menikmati sensasi seks yang tidak bisa dipungkiri
baginya.
Sungguh dilema besar bagi Mila, ia harus diperkosa di depan pacarnya
sendiri. “Oh oh oh…”, desahan terus terdengar walaupun Mila masih terus
meneteskan air mata. Genjotan Syamsul pun tidak berhenti, malah semakin
kencang. Syamsulpun tidak hanya mengentotnya saja, ia juga melumat bibir dan
payudara Mila. Tubuh Mila penuh cupangan, terutama di leher dan sekitar
payudaranya.
Puting susunya yang merah muda pun terlihat sedikit memar akibat
digigit Syamsul. Bertubi-tubi serangan yang dilakukan Syamsul, remasan-remasan
di daerah dada Mila terus bergulir, bahkan ia mencengkram erat susu kecil Mila
itu hingga Mila menjerit kesakitan. Tubuh Mila maju mundur bergerak seiring
goyangan Syamsul. Terus menerus digenjot hingga Mila tak mampu bergerak lagi,
badannya sudah loyo tak bertenaga.
Syamsul tidak memperdulikannya, ia masih
semangat menggenjot Mila yang malang itu. Sesekali ia memelankan gerakannya
supaya ia tidak cepat mencapai ejakulasi. Sedangkan Heru sudah diam, ia juga
capek berontak, tergeletak begitu saja tanpa gerakan berarti, tampak ia sudah
lemas tak bertenaga. Tubuh Mila dipeluknya erat, hingga dada mereka
bersentuhan, bibir Mila terus dicium Syamsul, dan tidak henti Syamsul masih
menggenjot Mila.
Hingga Syamsul mencapai klimak, ia mencengkram erat tubuh
Mila. “Jangannnnn…..”, teriak Mila sambil mendorong Syamsul, namun usahanya
percuma, Syamsul membiarkan penisnya berejakulasi di dalam vagina Mila. Spontan
Mila langsung menangis dengan keras, Syamsul tidak peduli, ia terus memeluk Mila
dan membiarkan penisnya tertancap di dalam vagina Mila.
***
“Syam…”, sapa boss
Herman mendekat ke arah kami, tampaknya negosiasi mereka sudah selesai. “Man…”,
balas Syamsul yang masih menundukkan kepala. “Gimana boss?”, tanyaku ke Herman.
Sejenak Herman hanya diam saja, lalu ia berkata, “Kami akan berusaha
mengeluarkanmu dari sini…”, Herman memberi semangat kepada Syamsul. Menangis,
hanya itu yang bisa Syamsul ungkapkan. Lalu seorang polisi menghampiri kami dan
mengatakan waktu jenguk kami sudah habis. Sebelum kami pergi, Syamsul hanya
berpesan supaya kami kembali ke jalan yang benar.
“Apa harus kita lakukan
boss?”, tanyaku kepada Herman saat dalam perjalanan pulang. “Tak ada…”, Herman
menjawab dengan wajah yang murung. “Semua bukti sangat kuat…”, lanjut Herman.
“Kita cuma bisa membantu mencari pengacara hebat saja, setidaknya membantunya
mengurangi masa tahanan”, lanjut Herman. Seminggu berlalu akhirnya sidang
Syamsul dibuka, ia divonis penjara selama lima belas tahun atas tuduhan
pemerkosaan dan perampokan.
Semua bukti memberatkannya, pengacara yang Herman
bayarpun tidak banyak membantu. Dari ceritanya memang sangat jelas, bukti dan
saksi sudah tidak dapat dielakkan. Syamsul menarik keluar penisnya dan
membiarkan Mila terbaring bugil dengan vagina yang meneteskan sperma yang
tersisa. Sebelum pergi, Syamsul sempatkan menendang Heru, disiksanya hingga
puas, lalu dikencinginya pas ke wajah Heru. “Liat akibat perbuatan lu!”, kata
Syamsul.
Motor milik Heru dinyalakan lalu dibawa pergi Syamsul, meninggalkan
Heru dan Mila yang tak berkutik di dalam hutan. Besoknya, Syamsul ditangkap di
kiosnya, tanpa perlawanan Syamsul digiring ke polsek. Heru yang membuat
laporan, ia tampak dengan muka lebamnya masih marah dengan Syamsul, sedangkan
Mila dirawat di rumah sakit, ia divisum dan positif bahwa sperma Syamsul
tertinggal di vaginanya.
***
Kami selalu mengunjungi Syamsul, dia adalah teman
kami, dan kami tidak bisa meninggalkannya. Ironisnya dikunjunganku yang ketiga,
ia meluapkan semua perasaannya, ia menceritakan sampai menangis. Syamsul sudah
bertobat, ia akan kembali ke jalan yang benar, katanya ia akan bertanggung
jawab pada Mila jika memang Mila hamil dan meminta pertanggungjawaban.
Aku
tidak bisa menceritakan kepada Syamsul, karena ku dengar Mila akan mengaborsi
kandungannya jika ia ternyata hamil. “Man, kamu juga harus pikirkan masa depan,
hidup sekarang ini tidak baik…”, kata Syamsul. “Hidup di penjara tidak enak
man…”, lanjutnya bercerita. Kata Syamsul ruangannya dingin, ia hanya tidur
beralas tikar, makanan cuma nasi putih dengan telur goreng, itu pun sering
direbut teman satu selnya, yang lebih ironisnya lagi, penghuni sel sangat
membencinya.
Syamsul bercerita hingga menangis, di sini ia sangat tersiksa,
para narapidana lain sering memberinya ganjaran, karena di sini pemerkosa
adalah orang terkutuk. Penisnya sering dipukul oleh narapidana di sini, kadang
dioleskan cabe, kadang juga menggunakan balsem, kadang penisnya ditarik paksa
oleh napi lain hingga Syamsul harus merasakan sakit yang luar biasa di penisnya,
itulah hukuman bagi seorang pemerkosa kata Syamsul. Mendengar ceritanya aku
merasa ngeri, semoga pengalaman Syamsul bisa membuatku berubah dan tidak
mengikuti jejaknya. TAMAT
0 Response to "Akibat Balapan Motor Liar"
Posting Komentar